Kolomdata.id — Atapnya sudah dibongkar. Habis. Tak menyisakan rangka atap sama sekali. Hanya menyisakan dinding. Begitu kondisi Rumah Bupati Luwu Timur saat ditinjau awal bulan September 2025.
Pekerjaannya masih berlangsung. Ada tambahan bata pada seluruh bagian dinding. Biar lebih tinggi. Rujab Bupati Luwu Timur sunguh dibuat berantakan. Seperti membangun bangunan baru.
Dari luar, kolomdata.id tak melihat papan proyek untuk pekerjaan ini. Mungkin di simpan di dalam halaman Rujab. Makanya, informasi terkait pekerjaan proyek ini sangat terbatas.
Pejabat Pembuat Komitmen yang dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, juga tak memberikan jawaban yang sesuai ditanyakan. Sejak kapan proyek dikerjakan, sampai kapan batas waktunya, siapa pemenang tendernya, konsultan pengawasnya, besaran anggaran hingga sumber anggarannya tak dijawab.
Untuk informasi soal proyek sesungguhnya juga bisa dilihat melalui halaman website LPSE Kabupaten Luwu Timur. Sayangnya, proyek ini tak ditemukan di halaman LPSE. Mungkin saja sudah diupload, tapi websitenya saja yang bermasalah.
Dari informasi yang dihimpun kolomdata.id, proyek ini dikerjakan dengan anggaran Rp 6 miliar. Ada pula yang bilang Rp 7,8 Miliar. Bahkan ada yang bilang puluhan miliar. Angka pastinya, tunggu informasi resmi dari pemerintah saja. Konfirmasinya sulit. Agak tertutup.
Usut punya usut, informasi yang diterima kolomdata.id, proyek ini tak dibahas Bagian Anggaran (Banggar) DPRD Lutim. Alasannya, proyek ini dikerjakan sebelum pengesahan APBD Perubahan 2025. Toh tak dianggarkan pada APBD Pokok 2025. Proyek ini jadi polemik.
Sayangnya, Banggar hingga Pimpinan DPRD Lutim terkesan menutup mata. Terkesan dibiarkan. Toh tak ada riakan dari masyarakat. Begitu kira-kira. Sebab, pimpinan DPRD Lutim menolak memberikan keterangan.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Keuangan Negara/Ekonomi Publik Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin, Prof Abdul Hamid Paddu mengatakan, sumber anggaran belanja daerah pasti tertuang dalam APBD. Apakah anggarannya keluar pada tahun sebelumnya namun tidak dilaksanakan. Kemudian baru dilaksanakan saat ini.
“Itu kemungkinan pertama. Kalau tidak tidak disitu, di APBD awal atau pertengahan 2025. Kalau tidak ada juga disitu. Mungkin itu pinjaman dibiayai nanti di APBD perubahan. Kalau ketiganya tidak ada. Tidak mungkin dilaksanakan. Dari mana uangnya,” kata Prof Abdul Hamid Paddu melalui sambungan telepon WhatsApp, Sabtu, (20/09/2025).
Hanya ketiga itu saja kemungkinannya sambung Prof Hamid. Kalau dari APBD yang lalu belum dikerjakan dan itu dilakukan, maka tetap pelanggaran. Kecuali ada sumbangan khusus membangun.
Kalaupun sudah direncanakan di perubahan. Dari relokasi efisiensi. Maka menunggu pengesahan. “Kalau ternyata pengesahan di DPRD tidak disahkan, ya itu tidak bisa dipertanggungjawabkan. Itu pelanggaran,_ sambungnya.
Kalaupun benar sumber anggaran dari efisiensi beber Prof Hamid, pemerintah daerah sudah mengumumkannya sejak awal. “Ini anggaran yang diefisienkan. Kemudian jumlahnya sekian. Ini akan diprioritaskan untuk alokasi sektor-sektor produktif. Itu harus disampaikan,” ungkapnya.
Anggaran yang diefisienkan ungkapnya, perjalan dinas. Anggaran makan minum. Mobil dinas. Semuanya dikurangi. Anggaran efisiensi ini kemana? Dialihkan untuk sektor yang berguna. Bersentuhan langsung dengan peningkatan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Digunakan untuk membangun sekolah misalnya. Memperbaiki sanitasi atau, jalanan sentra produksi. “Bukan untuk rumah dinas. Rumah dinas yang seharusnya diefisienkan,” tegas Prof Hamid Paddu.
“Uang efisiensi diarahkan ke sektor sektor yang produktif. Yang bermanfaat. Kalau rumah dinas bermanfaat kepada kita yang tinggal disitu. Itu yang harus dikurangi. Jangan banyak uang hasil pajak. Digunakan kita ini pegawai dan pejabat. Itu dikurangi. Bikinlah uang itu kepada sektor-sektor yang langsung dinikmati oleh rakyat,” sambungnya lagi.
Menurutnya, rumah dinas masih bisa digunakan. Tak usah menambah sofa, dan fasilitas yang lainnya. Apalagi sampai membongkar habis-habisan. Itu namanya pemborosan.
“Kalau rumah dinas sama lagi. Kan logikanya begini. Uang yang tidak terlalu diperlukan atau sifatnya masih bisa ditunda. Sifatnya operasional. Itu bisa diefisienkan. Perjalanan dinas. Mobil dinas. Makan minum. Itu dikurangi,” tegasnya.
Negara ini bebernya, perlu untuk hal-hal yang sifatnya produktif. Apa itu, kegiatan yang menyerap lapangan kerja dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi daerah agar masyarakat sejahtera.
Hal-hal yang sifatnya konstruktif menurutnya dikurangi. Yang tadinya empat kali kunjungan kerja dalam sebulan. Sisa satu kali. Mobil dinas demikian tidak perlu alphar atau sejenisnya. Pakai kijang Inova atau yang biasa saja. Tapi uangnya didorong untuk membangun ekonomi. Menyerap lapangan kerja. Orang dapat pendapatan. Kemiskinan berkurang.
“Ini proses keuangan negara. Kalau ada mekanisme keuangan negara yang salah. Maka ada mekanisme pemeriksaannya. Ada BPK ada auditor yang memeriksanya. Kalau pun itu harus diperiksa lebih jauh oleh rakyat. Dilakukan oleh perwakilannya. Oleh DPRD. Itu nanti dibahas di DPRD,” jelas Prof Hamid.
Selain sambungnya , ada aparat penegak hukum. Baik itu penyidik kepolisian, jaksa hingga KPK yang dibayar oleh rakyat untuk melakukan pemeriksaan. Rakyat jangan mengotori tangannya.
“Kalau ada kesalahan. Buktikan kesalahan itu melalui mekanisme yang sudah diatur. Kalau dibuktikan dia bersalah. Harus dipenjara,” Imbuhnya tegas. (*)