Kolomdata.id, Lutim — Blok Tanamalia digadang-gadang akan menjadi Soroako kedua. Mirip. Ada pabrik pengelohan nikelnya juga. Tetapi, masyarakat Loeha Raya menolak.
Loeha Raya merupakan penamaan wilayah desa sebelum dilakukan pemekaran secara bertahap. Saat ini, Loeha Raya terdiri dari lima desa yakni Rante Angin, Bantilang, Tokalimbo, Masiku, dan Loeha.
Letak geografis lima desa ini berada di sebelah timur Danau Towuti yang merupakan danau terluas kedua di Indonesia yang terletak di Kecamatan Towuti, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Di Loeha Raya inilah Blok Tanamalia.
WALHI Sulawesi Selatan mencatat, ada 3.342 orang petani di Loeha Raya. Mereka disibukkan dengan aktivitas yakni menanam, merawat dan memanen merica sepanjang tahun. Walaupun idealnya dalam setahun, musim panen raya merica berlangsung selama 4-5 bulan. Tepatnya antara bulan November hingga April.
Meski begitu, sebagian besar petani masih tetap dapat memanen merica di luar dari musim panen raya dengan kuantitas terbatas. terhitung cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, meski tidak lagi musim panen.
Anggota Asosiasi Petani Lada, Rehan mengatakan, area perkebunan lada yang eksisting dikuasai oleh masyarakat seluas 4.239,8 Ha. Sebagian besar masyarakat, sudah mengantongi sertifikat hak milik.
“Seharusnya PT Vale sudah mengurangi area konsesi. Tetapi area yang bersertifikat tetap masuk area konsesi PT Vale,” kata Rehan Sabtu, (28/10/12) dikutip Harian.Fajar.co.id.
Masyarakat Loeha Raya ungkapnya, hidup sejahtera dengan bertani lada. Para petani lada mampu menyekolahkan anaknya, hingga Sarjana. Rumah nyaman dan kendaraan roda empat yang cukup mewah juga diperoleh dari hasil bertani lada.
Masyarakat Loeha memproduksi lada 24.544 ton setiap tahunnya. Jika dikombinasikan dengan harga rata-rata lada Rp 80 ribu perkilogram, maka uang diperoleh petani lada sebanyak Rp 1,95 triliun. Jika mengikut harga lada sekarang Rp 120 ribu perkilogram, maka uang yang diperoleh sebanyak Rp 2,95 triliun.
Rehan bilang, satu pohon lada menghasilkan paling banyak dua kilogram lada untuk sekali panen. Rata-rata 1kg setiap pohon. Sementara satu hektar lahan mencapai 2000 pohon lada. Jika dikombinasikan dengan luas area lahan lada seluas 4.239,8 Ha, maka jumlah pohon lada di Loeha Raya sebanyak 8,478 juta pohon.
Sekali panen dengan rata-rata memproduksi 1kg, maka menghasilkan 8.478 ton lada. Jika tiga kali panen dalan setahun, maka produksi lada di Loeha Raya sebanyak 25.438 ton setiap tahunnya. Untuk panen lada sendiri, sekiranya bisa 4-5 kali dalam setahun.
Penghasilan yang luar biasa dari lada inilah membuat masyarakat Loeha Raya menolak aktivitas pertambangan. Masyarakat berharap, pemerintah hadir untuk senantiasa menjadi pelindung masyarakat.
PT Vale mengantongi PPKH nomor 235 tahun 2024, sebagai dasar izin melakukan eksplorasi di Kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi terbatas seluas kurang lebih 17.239,29 Hektar. Luasan ini meliputi Blok Tanamalia, Lantoa, Lampesue, Mahalona, Larona, Petea D North.
Secara khusus, blok Tanamalia memiliki luas lahan konsesi PT Vale sebesar 9.969 Hektar. Letak area konsesi ini berada di Desa Laoeha seluas 3.535, 45 Hektar, dan Desa Rante Anging sebesar 4,433,92 Hektar.
PT Vale membagi lokasi proyeknya di lima Hil. Masing-masing bernama, Lemo-lemo North, Lingkona, Loeha, Lemo-lemo central, dan Lemo-lemo.
Operational Readiness Tanamalia, Frans Attong, mengatakan, kegiatan eksplorasi dimulai Mei 2025 hingga 2026. Setelah itu, dilakukan evaluasi untuk rencana konstraktion.
Meski begitu, Frans mengaku masih diskusi pihak Manajemen (PT Vale) dengan Bupati Luwu Timur. “Termasuk menunggu pihak eksternal dan sustainablity untuk menyusun rencana kegiatan di Tanamalia,” katanya saat memaparkan progres Projek Tanamalia do hadapan awak media, Selasa, (15/04/25).
Dia juga menyampaikan, jika tenaga kerja yang diserahkan 100 persen lokal. Dia menyebut, dari 420 tenaga kerja yang diterima, 79 persen dari Loeha Raya, 12 persen dari pesisir Towuti, dan 9 persen dari Soroako.
Informasi yang dihimpun Kolomdata.Id, pihak PT Vale mulai merambah masuk ke area lahan pertanian lada milik warga. Padahal, aktivitas pengeboran sebelumnya dijanjikan tidak dilakukan tanpa ada persetujuan terlebih dahulu. Hal ini memicu konflik lagi di masyarakat.
Bupati Luwu Timur, Irwan Bachri Syam mengaku belum menerima surat apapun dari pihak Manajemen PT Vale. Termasuk surat undangan untuk berdiskusi.
Ibas belum ingin mengambil sikap terkait penyelesaian konflik di Tanamalia. “No Comment saya soal itu (konflik Tanamalia, red),” katanya saat ditemui di Kantor Bupati Luwu Timur, Kamis, (08/05/25).
“Tidak ada juga itu (surat dari Vale),” sambung Bupati Luwu Timur yang akrab disapa Ibas.
Apakah ada rahasia (undercover) dibalik tarik ulurnya penyelesaian konflik di Tanamalia. Apalagi, konflik ini sudah di bahas hingga di Senayan. Namun, hingga saat ini, belum ada kepastian. Pihak manajemen PT Vale tetap melakukan eksplorasi demikian halnya petani tetap menjaga lahannya. (*)