Menu

Mode Gelap

Warning: Undefined property: WP_Error::$slug in /home/u870687226/domains/kolomdata.id/public_html/wp-content/themes/kibaran/header.php on line 275
MCH, Ruang Kreasi Anak Makassar Masuk Best Practice APEKSI Marwah Pondok Pesantren Harus Terus Dijaga Dua Pengedar Rokok Ilegal Dibekuk, Picu Kerugian Negara Rp1,7 Miliar Lebih Redam Paham Radikal di Semua Segmen Hormati Jasa Para Pendahulu, Golkar Sulsel Kunjungi Sesepuh Partai Beredar Kabar PSM Kembali Disanksi FIFA

Hukum dan Kriminal

Ahmad Susanto Mencari Keadilan; Sengkarut Korupsi Dana Hibah KONI Makassar


					Ahmad Susanto Menghadiri Persidangan di PN Makassar Perbesar

Ahmad Susanto Menghadiri Persidangan di PN Makassar

Kolomdata.id — Pengadilan Negeri Makassar sudah sepi. Waktu menunjukkan sekitar pukul 22.00 Wita, Senin, 11 Agustus. Namun Ruang Sidang Prof. Bagir Manan masih bergeming.

 

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ahmad Susanto dengan pidana penjara selama empat tahun, denda Rp100 juta subsidair dua bulan penjara, dan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp133 juta subsidair 18 bulan penjara,” ujar hakim ketua Djainuddin Karanggusi, dalam amar putusannya.

 

Vonis ini dijatuhkan setelah sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Makassar, Yamin. Dia menuntut Ahmad Susanto pidana enam tahun penjara, denda Rp109 juta subsidair tiga bulan penjara, dan uang pengganti kerugian negara Rp4,6 miliar lebih subsidair tiga tahun penjara.

 

Tuntutan ini dilayangkan karena Ahmad Susanti dianggap merugikan negara dengan total Rp5,8 miliar, yang bersumber dari APBD dalam bentuk dana hibah KONI Makassar tahun anggaran 2022 dan 2023.

 

Akan tetapi, hakim menghapus tuntutan uang pengembalian negara sebesar Rp4,6 miliar lebih tersebut. Sebab, tidak ada aliran uang yang mengalir untuk kepentingan pribadi atau memperkaya diri sendiri. Sehingga, uang pengganti yang dibebankan Rp133 juta, karena dianggap turut serta dalam memperkaya diri, orang lain, atau instansi lain.

 

Eks Ketua KONI Makassar itu dinyatakan bersalah karena melakukan perbuatan turut serta dalam memperkaya diri. Ini sesuai UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 Tahun 2001 (UU Tipikor) Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor mengatur tentang memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

 

Merespon putusan ini, Ahmad Susanto membeberkan beberapa hal yang dia anggap janggal. Kata dia, berdasarkan fakta persidangan, tidak satu pun saksi yang menyatakan bahwa dirinya menerima aliran dana dari anggaran KONI Kota Makassar, yang masuk dalam tuntutan merugikan negara Rp5,8 miliar.

 

“Saya berangkat dari fakta persidangan, tidak ada Rp1 pun uang KONI yang masuk ke saya pribadi, memperkaya diri atau menambah kekayaan. Itu juga tadi yang disampaikan oleh hakim, makanya denda pengembalian uang pengganti Rp4,6 miliar itu dihapus hakim,” buka dia.

 

Dia juga menegaskan, tidak ada kegiatan fiktif yang dilakukan KONI Makassar selama di bawah kepemimpinannya. Khususnya dalam masa anggaran tahun 2022, 2023, dan tahun 2024. “Yang disampaikan tadi itu bukan fiktif, karena pada saat pemeriksaan itu masih tahun anggaran berjalan, jadi belum ada laporannya. Tetapi setelah 31 Desember laporannya ada semua dan itu tadi sudah dikoreksi oleh hakim,” lanjutnya.

 

Dia juga menyampaikan, pihaknya justru punya niat baik untuk memastikan semua kegiatan berjalan tertib dan sesuai dengan pencatatan. Tujuannya, agar tidak ada penyalahgunaan anggaran. Itu sebabnya, dia melakukan audit untuk memastikan semuanya berjalan dengan baik dan transparan.

 

“Tetapi hasil audit itu yang dijadikan dakwaan. Kalau KONI dijadikan role model, semua orang di Makassar bisa ditangkap. Karena pokok perkaranya disampaikan, ada satgas yang menerima gaji tambahan. Mereka berfikir ketika sudah digaji tidak boleh dikasih lagi, padahal semua instansi sama, meski sudah digaji namun ada kegiatan, mereka ada gaji untuk kegiatan lagi, tapi itu dijadikan sebagai kerugian negara,” kata dia.

 

Dia bahkan mengatakan, tim hukumnya akan melakukan sayembara untuk membuktikan di mana letak kesalahan KONI memberikan upah kepada pegawai yang menjadi panitia kegiatan. “Kasih saya satu saja undang-undang, atau aturan hukum mana pun, yang melarang itu,” imbuhnya.

 

Kemudian terkait perjalanan dinas, dia menilai hal ini yang paling berbahaya. Sebab dalam sidang hakim menyatakan, kegiatan yang dilakukan dalam perjalanan dinas tersebut hanya satu hari, sehingga dua hari lainnya dianggap merugikan negara.

 

“Tadi dikatakan kami hanya satu hari melakukan kegiatan sementara dua harinya dianggap kerugian negara. Padahal di mana-mana itu kan ada keberangkatan, kegiatan, dan kepulangan, semua terhitung tiga hari,” ungkapnya.

 

Selanjutnya, sekaitan dengan narasi yang dibacakan hakim mengenai DPA yang tidak sesuai dengan permohonan anggaran dalam proposal juga dianggap tidak tepat. Sebab kata dia, anggaran yang dicairkan tidak sama dengan yang diminta.

 

“Saya kira pokok perkara begini yang sangat jauh dari asas keadilan. Bagaimana kita mau mengacu ke proposal, kalau proposal yang kami minta Rp27 miliar tetapi yang dikasih Rp20 miliar. Tentu saya membuat DPA Rp20 miliar dong. Masa uangnya Rp20 miliar saya buat perencanaan Rp27 miliar,” kata dia.

 

Dia juga menegaskan, kasus yang menjeratnya ini dianggap sudah aneh sejak awal. Sebab kata dia, semuanya berangkat dari ancaman yang dilakukan oleh mantan penguasa di Kota Makassar sejak November 2023 hingga Januari 2024.

 

“Kasus ini juga sudah aneh sejak awal. Saya sudah diancam sejak bulan November-Desember 2023 sampai Januari 2024 oleh mantan penguasa di Makassar. Dia bilang saya akan diperiksa Kejaksaan. Nah Maret 2024, begitu saya mendaftar di salah satu partai (untuk Pilwalkot), saya langsung dipanggil untuk penyelidikan. Bulan Agustus, setelah saya menyatakan dukungan untuk Mulia, statusnya naik penyidikan,” jelasnya.

 

Selanjutnya pada Desember 2024, dia ditangkap dan ditahan. Hal ini dinilai aneh, sebab saat itu penahanan dilakukan tanpa ada dasar kerugian negara. Sementara kata dia, syarat untuk menahan seseorang harus ada dasar kerugian negara.

 

“Saya ditahan 9 Desember, bulan Februari baru dimulai audit dan hasil audit keluar bulan Mei 2025. Artinya lima bulan ka di tahan baru ada kerugian negara padahal dasar penahanan itu kerugian negara. Anehnya lagi, Kejaksaan sudah jumpa pers saat saya ditahan dan mengumumkan Rp5,8 miliar sebagai kerugian negara, padahal belum ada audit. Nanti bulan Mei baru ada hasil auditnya dan nilainya sama persis Rp5,8 miliar, jadi silakan dinilai sendiri,” terangnya.

 

Dia juga berharap, sistem hukum harus benar-benar berkeadilan, tidak untuk kriminalisasi dan politisasi semata. “Tolong ini dijadikan bahan untuk membantu kami mencari keadilan. Ini memang harus ada koreksi terhadap sistem hukum kita, jangan dijadikan sebagai alat kriminalisasi dan jangan jadikan sebagai alat politisasi,” harapnya.

 

Namun begitu, dia mengapresiasi hakim karena menghapus uang pengganti kerugian negara sebesar Rp4,6 miliar. Hal itu dihapuskan karena dianggap tidak ada kerugian terhadap uang negara.

 

“Saya mengapresiasi hakim, karena yang kerugian negara Rp4,6 miliar itu dihapuskan. Artinya kan tidak ada kerugian negara dan tidak ada pelanggaran, tetapi kenapa divonis empat tahun. Jadi kami akan pikir-pikir lagi untuk banding,” tutupnya. (*)

Baca Lainnya

Dua Pengedar Rokok Ilegal Dibekuk, Picu Kerugian Negara Rp1,7 Miliar Lebih

14 Oktober 2025 - 15:42 WITA

Baru Dua Bulan Setelah Menikah, Istri Bongkar Kasus Pornografi Suami

16 September 2025 - 08:33 WITA

Pornografi

Penyidik Segera Tetapkan Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Operasional Kecamatan Wasuponda 

11 September 2025 - 12:45 WITA

Gelar Perkara

Dianggap Tak Hormati Proses Hukum, YPTAJM Laporkan Mantan Rektor dan Kepala LLDIKTI IX ke Kemendikti

5 September 2025 - 18:08 WITA

Direktur RSUD I Lagaligo Diperiksa Polisi Terkait Kasus Cabul

21 Agustus 2025 - 12:27 WITA

Trending di Hukum dan Kriminal